FILSAFAT PANCASILA
A. PENGERTIAN FILSAFAT.
Filsafat adalah suatu lapangan pemikiran dan
penyelidikan manusia yang amat luas (komprehensif). Filsafat menjangkau semua
persoalan dalam daya kemampuan pikir manusia. Filsafat mencoba mengerti,
menganalisis, menilai dan menyimpulkan semua persoalan-persoalan dalam
jangkauan rasio manusia, secara kritis, rasional dan mendalam.
Kesimpulan-kesimpulan filsafat manusia yang selalu cenderung memiliki watak
subjektivitas. Faktor inilah yang melahirkan aliran-aliran filsafat,
perbedaan-perbedaan dalam filsafat.
Berdasarkan uraian diatas dapatlah diuraikan
pengertian filsafat tersebut. Filsafat berasal dari bahasa Yunani “
philosophos”. “Philos” atau “philein” berarti “mencintai”, sedangkan “sophos”
berarti “ kebijaksanaan “. Maka filsafat merupakan upaya manusia untuk memenuhi
hasratnya demi kecintaannya akan kebijaksanaan. Namun demikian,, kata
“kebijaksanaan” ternyata mempunyai arti yang bermacam-macam yang mungkin
berbeda satu dengan yang lainnya, satu pendapat mengartikan kebijaksanaan dalam
konteks luas, yaitu melibatkan kemampuan untuk memperoleh pengertian tentang
pengalaman hidup sebagai suatu keseluruhan, penekanannya pada kemampuan untuk
mewujudkan pengetahuan itu dalam praktik kehidupan yang nyata. Ada yang
mengartikan filsafat dalam arti sempit yakni sebagai “pengetahuan” atau
“pengertian” saja.
Defenisi Filsafat menurut beberapa ilmuwan :
- Plato : Filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada.
- Aristoteles : Filsafat menyelidiki tentang sebab dan asas segala benda.
- Al Kindi : Filsafat merupakan kegiatan manusia yang bertingkat tinggi, merupakan pengetahuan dasar mengenai hakikat segala yang ada sejauh mungkin bagi manusia.
- Al Faraby : Filsafat merupakan ilmu [pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.
- Ibnu Sina/ Avicenna : Filsafat dan metafisika sebagai suatu badan ilmu tidak terbagi. Fisika mengamati yang ada sejauh tidak bergerak. Metafisika memandang yang ada sejauh itu ada.
- Immanuel Kant : Filsafat itu pokok dan pangkal segala pengetahuan.
Dapat disimpulkan filsafat adalah ilmu pengetahuan
hasil pemikiran manusia dari seperangkat masalagh mengenai ketuhanan, alam
semesta dan manusia sehingga diperoleh budi pekerti. Adapun tujuan berfilsafat
adalah untuk mencari kebenaran sesuatu baik dalam logika (kebenaran berfikir),
etika (berperilaku),mauun metafisika (hakikat keaslian).
B. PENGERTIAN FILSAFAT
PANCASILA
Menurut Abdulgani (Ruyadi,
2003:16), Pancasila merupakan filsafat negara yang lahir
sebagai collective ideologie (cita-cita bersama) dari seluruh bangsa
Indonesia.
Pancasila merupakan hasil perenungan jiwa
yang dalam, yang kemudian dituangkan dalam suatu “sistem” yang tepat. Sedangkan
Notonagoro (Ruyadi, 2003:16) menyatakan, Filsafat Pancasila memberi
pengetahuan dan pengertian ilmiah yaitu tentang hakekat dari Pancasila.
Pancasila yang dibahas secara filosofis disini adalah
Pancasila yang butir-butirnya termuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
yang tertulis dalam alinea ke empat. Dijelaskan bahwa Negara Indonesia
didasarkan atas Pancasila. Pernyataan tersebut menegaskan hubungan yang erat
antara eksistensi negara Indonesia dengan Pancasila. Lahir, tumbuh dan
berkembangnya negara Indonesia ditumpukan pada Pancasila sebagai dasarnya.
Secara filosofis ini dapat diinterpretasikan sebagai pernyataan mengenai
kedudukan Pancasila sebagai jati diri bangsa.
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat,
memiliki dasar ontologis, dasar epistemologis dan dasar aksiologis tersendiri,
yang membedakannya dengan sistem filsafat lain.
Secara ontologis, kajian Pancasila
sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui hakekat dasar dari
sila-sila Pancasila. Notonagoro (Ganeswara, 2007:7) menyatakan
bahwa hakekat dasar ontologis Pancasila adalah manusia, sebab manusia merupakan
subjek hukum pokok dari Pancasila. Selanjutnya hakekat manusia itu
adalah semua kompleksitas makhluk hidup baik sebagai makhluk individu sekaligus
sebagai makhluk sosial.
Secara lebih lanjut hal ini bisa dijelaskan, bahwa
yang berkeTuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab,
yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial
adalah manusia.
Kajian epistemologis filsafat Pancasila,
dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari hakekat Pancasila sebagai suatu sistem
pengetahuan. Menurut Titus (Kaelan, 2007:15) terdapat tiga persoalan
mendasar dalam epistemologi yaitu :
(1) tentang sumber pengetahuan manusia;
(2) tentang teori kebenaran pengetahuan manusia
;dan
(3) tentang watak pengetahuan manusia.
Tentang sumber pengetahuan Pancasila, sebagaimana
diketahui bahwa Pancasila digali dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia
sendiri serta dirumuskan secara bersama-sama oleh “The Founding Fathers” kita.
Jadi bangsa Indonesia merupakan Kausa Materialis-nya Pancasila.
Selanjutnya, Pancasila sebagai suatu sistem
pengetahuan memiliki susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti
susunan sila-silanya maupun isi arti dari sila-silanya. Susunan sila-sila
Pancasila bersifat hierarkhis piramidal.
Jadi, Pancasila mengarahkan seluruh kehidupan bersama
bangsa, pergaulannya dengan bangsa-bangsa lain dan seluruh perkembangan bangsa
Indonesia dari waktu kewaktu. Namun dengan diangkatnya Pancasila sebagai jati
diri bangsa Indonesia tidak berati bahwa Pancasila dengan nilai-nilai yang
termuat didalamnya sudah terumus dengan teliti dan jelas, juga tidak berarti
pancasila telah merupakan kenyataan didalm kehidupan bangsa Indonesia.
Pancasila adalah pernyataan
tentang jati diri bangsa Indonesia
C. Fungsi Utama
Filsafat Pancasila Bagi Bangsa Dan Negara Indonesia
1. Filasafat
Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
Dalam hal ini, Pancasila sebagai
pegangann hidup atau pedoman hidup manusia Indonesia dalam berbangsa dan
bernegara. Dengan pandangan hidup, suatu bangsa akan memiliki arah yang jelas
tentang bentuk kehidupan yang dicita-citakan. Dengan demikian, bangsa tersebut
tidaak akan mudah terombang – ambing oleh kehidupan atau pengaruh dunia
internasioana. Seperti yang ditujukan dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1979, maka
Pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, pandangan hidup bangsa
Indonesia dan dasar negara kita.
2. Pancasila
Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
Artinya Pncasila sebagai landasan
atau dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan atau negara. Fungsi ini sesuai
dengan pernyataan yang termuat di dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat.
Dalam keputusan sidang PPKI kemudian
pada tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila tercantum secara resmi dalam Pembukaan
UUD RI, Undang-Undang Dasar yang menjadi sumber ketatanegaraan harus mengandung
unsur-unsur pokok yang kuat yang menjadi landasan hidup bagi seluruh bangsa dan
negara, agar peraturan dasar itu tahan uji sepanjang masa. Bahkan dalam
Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 ditegaskan, bahwa Pancasila itu adalah sumber
dari segala sumber huum (sumber huum formal, undang-undang, kebiasaan,
traktaat, jurisprudensi, hakim, ilmu pengetahuan hukum).
3. Pancasila
Sebagai Jiwa Dan Kepribadian Bangsa Indonesia
Jiwa bangsa atau pokok-pokok pikir
bangsa lahir bersama dengan adanya bangsa Indonesia. Jiwa bangsa akan
mempengaruhi pola tingkah laku bangsa sebagai suatu kepribadian. Pncasila
sebagai kepribadian bangsa, artinya Pancasila memberi corak sikap mental dan tingkah
laku manusia Indonesia yang membedakan dengan bangsa lain. Sebagai kepribadian
bangsa, berarti Pancasila merupakan jati diri bangsa Indonesia. Rumusan
Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 itulah yang kita gunakan,
sebab rumusan yang demikian itulah yang ditetapkan oleh wakil-wakil bangsa
Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 dalam sidang Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Seperti yang telah ditunjukkan oleh Ketetapan
MPR No. XI/MPR/1978, Pancasila itu merupakan satu kesatuan yang bulat dan
utuh dari kelima silanya.
4. Pancasila
Sebagai Ideologi Negara
Pancasila
merupakan paham yang dianut bangsa Indonesia dalam perjuangan mengisi
kemerdekaan, menuju kehidupan yang dicita-citakan ( yang ideal ). Ideologi
tersebut akan memengaruhi cara berpikir
dan bertingkah laku masyarakat dan bangsa.
5. Pancasila
Sebagai Perjanjian Luhur Bangsa Indonesia
Artinya rumusan Pancasila telah
disepakati atau disetujui oleh wakil – wakil bangsa Indonesia sebagai pendiri
negara (founding father). Wakil – wakil bangsa Indonesia tersebut menyepakati
rumusan Pancasila menjelang dan sesudah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. 6. Pancasila Sebagai Sumber Hukum Nasional
Hal ini ditegaskan kembali dalam
Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 bahwa sumber hukum nasional Indonesia adalah
Pancasila. Sebagai sumber hukum nasiona, maka segala peraturan hukum/ peraturan
perundang – undangan Negara RI harus bersumber dan tidak bertentangan dengan
Pancasila.
D.
Falsafah
Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Indonesia
1.
Pancasila
Sebagai Dasar Falsafat Negara Dalam Pidato Tanggal 1 Juni 1945 Oleh Ir.
Soekarno
Ir. Soekarno
dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 untuk pertama kalinya mengusulkan
falsafah negara Indonesia dengan perumusan dan tata urutannya sebagai berikut:
v
Kebangsaan
Indonesia.
v
Internasionalisme
atau Prikemanusiaan.
v
Mufakat atau
Demokrasi.
v
Kesejahteraan
sosial.
v
Ketuhanan.
2.
Pancasila
Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Naskah Politik Yang Bersejarah (Piagam
Jakarta Tanggal 22 Juni 1945)
Badan
Penyelidik Persiapan Kemerdekaan (BPPK) yang Istilah Jepangnya Dokuritsu Junbi Cosakai, telah membentuk beberapa
panitia kerja yaitu :
a. Panitia
Perumus terdiri atas 9 orang tokoh, pada tanggal 22 Juni 1945, telah berhasil
menyusun sebuah naskah politik yang sangat bersejarah dengan nama Piagam
Jakarta, selanjutnya pada tanggal 18 Agustus 1945, naskah itulah yang
ditetapkan sebagai naskah rancangan Pembukaan UUD 1945.
b. Panitia
Perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Soekarno yang kemudian
membentuk Panitia Kecil Perancang UUD yang diketuai oleh Prof. Mr. Dr. Soepomo,
Panitia ini berhasil menyusun suatu rancangan UUD-RI.
c.
Panitia
Ekonomi dan Keuangan yang diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta.
d.
Panitia Pembelaan
Tanah Air, yang diketuai oleh Abikusno Tjokrosujoso.
Untuk
pertama kalinya falsafah Pancasila sebagai falsafah negara dicantumkan autentik
tertulis di dalam alinea IV dengan perumusan dan tata urutan sebagai berikut :
v
Ketuhanan,
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
v
Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab.
v
Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan.
v
Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3.
Pancasila
Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Pembukaan UUD 1945
Sesudah BPPK
(Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan) merampungkan tugasnya dengan baik,
maka dibubarkan dan pada tanggal 9 Agustus 1945, sebagai penggantinya
dibentuk PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Pada tanggal 17
Agustus 1945, dikumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Ir. Soekarno
di Pengangsaan Timur 56 Jakarta yang disaksikan oleh PPKI tersebut.
Keesokan
harinya pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI mengadakan sidangnya yang pertama
dengan mengambil keputusan penting :
a. Mengesahkan dan menetapkan Pembukaan
UUD 1945.
b. Mengesahkan dan menetapkan UUD 1945.
c. Memilih dan mengangkat Ketua dan
Wakil Ketua PPKI yaitu Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta, masing-masing
sebagai Presiden RI dan Wakil Presiden RI.
Tugas
pekerjaan Presiden RI untuk sementara waktu dibantu oleh sebuah badan yaitu
KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) dan pada tanggal 19 Agustus 1945 PPKI
memutuskan, Pembagian wilayah Indonesia ke dalam 8 propinsi dan setiap propinsi
dibagi dalam karesidenan-karesidenan. Juga menetapkan pembentukan
Departemen-departemen Pemerintahan.
Dalam
Pembukaan UUD Proklamasi 1945 alinea IV yang disahkan oleh PPKI pada tanggal 18
Agustus 1945 itulah Pancasila dicantumkan secara resmi, autentik dan sah
menurut hukum sebagai dasar falsafah negara RI, dengan perumusan dan tata
urutan sebagai berikut :
v
Kemanusiaan
yang adil dan beradab.
v
Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan.
v
Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4.
Pancasila
Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Mukadimah Konstitusi RIS 1949
Bertempat di
Kota Den Haag (Netherland / Belanda) mulai tanggal 23 Agustus sampai dengan
tanggal 2 September 1949 diadakan KMB (Konferensi Meja Bundar). Adapun delegasi
RI dipimpin oleh Drs. Mohammad Hatta, delegasi BFO (Bijeenkomstvoor Federale
Overleg) dipimpin oleh Sutan Hamid Alkadrie dan delegasi Belanda dipimpin oleh
Van Marseveen.
Sebagai
tujuan diadakannya KMB itu ialah untuk menyelesaikan persengketaan antara
Indonesia dengan Belanda secepatnya dengan cara yang adil dan pengakuan akan
kedaulatan yang penuh, nyata dan tanpa syarat kepada RIS (Republik Indonesia
Serikat).
Salah satu
hasil keputusan pokok dan penting dari KMB itu, ialah bahwa pihak Kerajaan
Belanda mengakui kedaulatan Indonesia sepenuhnya tanpa syarat dan tidak dapat
dicabut kembali oleh Kerajaan Belanda dengan waktu selambat-lambatnya pada
tanggal 30 Desember 1949. Demikianlah pada tanggal 27 Desember 1949 di
Amsterdam Belanda, Ratu Yuliana menandatangani Piagam Pengakuan Kedaulatan
Negara RIS.
Pada waktu
yang sama dengan KMB di Kota Den Haag, di Kota Scheveningen (Netherland)
disusun pula Konstitusi RIS yang mulai berlaku pada tanggal 27 Desember 1949.
Walaupun bentuk negara Indonesia telah berubah dari negara Kesatuan RI menjadi
negara serikat RIS dan Konstitusi RIS telah disusun di negeri Belanda jauh dari
tanah air kita, namun demikian Pancasila tetap tercantum sebagai dasar falsafah
negara di dalam Mukadimah pada alinea IV Konstitusi RIS 1949, dengan perumusan
dan tata urutan sebagai berikut :
v
Ketuhanan
Yang Maha Esa.
v
Prikemanusiaan.
v
Kebangsaan.
v
Kerakyatan.
v
Keadilan
Sosial.
5.
Pancasila
Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Mukadimah UUD Sementara RI (UUDS-RI 1950)
Sejak
Proklamasi Kemerdekaannya, bangsa Indonesia menghendaki bentuk negara kesatuan
(unitarisme) oleh karena bentuk negara serikat (federalisme) tidaklah sesuai
dengan cita-cita kebangsaan dan jiwa proklamasi.
Demikianlah
semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia tetap membara dan meluap,
sebagai hasil gemblengan para pemimpin Indonesia sejak lahirnya Budi Oetomo
pada tanggal 20 Mei 1908, kemudian dikristalisasikan dengan Sumpah Pemuda 28
Oktober 1928, Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa.
Oleh karena
itu, pengakuan kedaulatan negara RIS menimbulkan pergolakan-pergolakan di
negara-negara bagian RIS untuk bersatu dalam bentuk negara kesatuan RI sesuai
dengan Proklamasi Kemerdekaan RI. Sesuai Konstitusi, negara federal RIS terdiri
atas 16 negara bagian. Akibat pergolakan yang semakin gencar menuntut bergabung
kembali pada negara kesatuan Indonesia, maka sampai pada tanggal 5 April 1950
negara federasi RIS, tinggal 3 (tiga) negara lagi yaitu :
1. RI Yogyakarta.
2. Negara Sumatera Timur (NST).
3. Negara Indonesia Timur (NIT).
Negara
federasi RIS tidak sampai setahun usianya, oleh karena terhitung mulai tanggal 17
Agustus 1950 Presiden Soekarno menyampaikan Naskah Piagam, pernyataan
terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berarti pembubaran Negara
Federal RIS (Republik Indonesia Serikat). Pada saat itu pula panitia yang
diketuai oleh Prof. Mr. Dr. Soepomo mengubah konstitusi RIS 1949 (196 Pasal)
menjadi UUD RIS 1950 (147 Pasal).
Perubahan
bentuk negara dan konstitusi RIS tidak mempengaruhi dasar falsafah Pancasila,
sehingga tetap tercantum dalam Mukadimah UUDS-RI 1950, alinea IV dengan
perumusan dan tata urutan yang sama dalam Mukadimah Konstitusi RIS yaitu :
v
Ketuhanan
Yang Maha Esa.
v
Prikemanusiaan.
v
Kebangsaan.
v
Kerakyatan.
v
Keadilan
Sosial.
6.
Pancasila
Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Pembukaan UUD 1945 Setelah Dekrit Presiden
5 Juli 1959
Pemerintah
mengeluarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Umum untuk
memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante yang akan menyusun UUD baru. Pada
akhir tahun 1955 diadakan pemilihan umum pertama di Indonesia dan Konstituante
yang dibentuk mulai bersidang pada tanggal 10 November 1956. Dalam perjalanan
sejarah ketatanegaraan selanjutnya. Konstituante gagal membentuk suatu UUD yang
baru sebagai pengganti UUDS 1950.
Dengan
kegagalan konstituante tersebut, maka pada tanggal 5 Juli 1950 Presiden RI
mengeluarkan sebuah Dekrit yang pada pokoknya berisi pernyatann :
a. Pembubaran Konstuante.
b. Berlakunya kembali UUD 1945.
c. Tidak berlakunya lagi UUDS 1950.
d. Akan dibentuknya dalam waktu singkat
MPRS dan DPAS.
Dengan
berlakunya kembali UUD 1945, secara yuridis, Pancasila tetap menjadi dasar
falsafah negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV dengan
perumusan dan tata urutan seperti berikut :
Dengan
instruksi Presiden Republik Indonesia No. 12 Tahun 1968, tertanggal 13 April
1968, perihal : Penegasan tata urutan/rumusan Pancasila yang resmi, yang harus
digunakan baik dalam penulisan, pembacaan maupun pengucapan sehari-hari.
Instruksi ini ditujukan kepada : Semua Menteri Negara dan Pimpinan Lembaga /
Badan Pemerintah lainnya.
Tujuan dari
pada Instruksi ini adalah sebagai penegasan dari suatu keadaan yang telah
berlaku menurut hukum, oleh karena sesuai dengan asas hukum positif (Ius
Contitutum) UUD 1945 adalah konstitusi Indonesia yang berlaku sekarang. Dengan
demikian secara yuridis formal perumusan Pancasila yang tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945 itulah yang harus digunakan, walaupun sebenarnya tidak ada
Instruksi Presiden RI No. 12/1968 tersebut. Prof. A.G. Pringgodigdo, SH dalam
bukunya “Sekitar Pancasila” peri-hal perumusan Pancasila dalam berbagai
dokumentasi sejarah mengatakan bahwa uraian-uraian mengenai dasar-dasar negara
yang menarik perhatian ialah yang diucapkan oleh :
1.
Mr. Moh.
Yamin pada tanggal 29 Mei 1945.
2.
Prof. Mr.
Dr. Soepomo pada tanggal 31 Mei 1945.
3.
Ir. Soekarno
pada tanggal 1 Juni 1945.
Walaupun
ketiganya mengusulkan 5 hal pokok untuk sebagai dasar-dasar negara merdeka,
tetapi baru Ir. Soekarno yang mengusulkan agar 5 dasar negara itu dinamakan
Pancasila dan bukan Panca Darma. Ir. Soekarno dalam pidatonya tanggal 1 Juni
1945 menegaskan : Maksud Pancasila adalah philosophschegrondslag itulah
fundament falsafah, pikiran yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan
gedung “Indonesia Merdeka Yang Kekal dan Abadi”.
Prof. Mr.
Drs. Notonagoro dalam pidato Dies Natalis Universitas Airlangga Surabaya pada
tanggal 10 November 1955 menegaskan : “Susunan Pancasila itu adalah suatu
kebulatan yang bersifat hierrarchies dan piramidal yang mengakibatkan adanya
hubungan organis di antara 5 sila negara kita”.
Prof. Mr.
Muhammad Yamin dalam bukunya “Proklamasi dan Konstitusi” (1951) berpendapat :
“Pancasila itu sebagai benda rohani yang tetap dan tidak berubah sejak Piagam
Jakarta sampai pada hari ini”. Kemudian pernyataan dan pendapat Prof. Mr. Drs.
Notonagoro dan Prof. Mr. Muhamamd Yamin tersebut diterima dan dikukuhkan oleh
MPRS dalam Ketetapan No. XX/MPRS/1960 jo Ketetapan No. V/MPR/1973.
Sumber :
Citra Pustaka. Eksis, Buku Ajar
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk SMP Kelas VIII Semester 1. Sukoharjo:
CV Citra Pustaka.